Mengisi Kelas Inspirasi untuk Terinspirasi di Bekasi


Stiker jempol buat yang bisa jawab pertanyaan :P

“I want to show little girls that the possibilities are endless. That's my goal - to not only do it for myself, but to show them I can do whatever I put my mind to,” Nicki Minaj.


Satu dari sekian banyak cita-cita saya yang akhirnya enggak tercapai adalah menjadi guru. Ingat waktu masih SD ada sepupu yang males main sama saya karena saya sukanya main sekolah-sekolahan. Katanya enggak seru. Setiap hari udah sekolah, ngapain main sekolah-sekolahan? Iya sih. Tapi buat saya, belajar itu seru. Belajar yang saya sukai, sih, ya. Kalau matematika, kimia, dan fisika sih saya biasanya doodling atau nulis buku harian aja, lah, pasrah. Ha ha ha. Iya, belajar itu seru andaikata dibikin seru. Makanya saya sempat ingin jadi guru.

Kenapa cita-cita ini akhirnya enggak saya kejar? Karena saya lebih suka menulis. Karena saya lebih suka bertualang. Pergi ke sana, ke mari. Jurnalis, lebih masuk akal buat saya ketika itu. Tapi di hati kecil, menjadi guru tetap jadi sesuatu yang saya rindukan. Makanya kalau ada kesempatan untuk mengajar, apa pun itu, saya manfaatkan dengan baik.

Dipanggil cici
Ketika masih di Bandung dulu, sambil kuliah dan bekerja di Pikiran Rakyat, saya mengajar di sebuah SMP swasta. Seminggu sekali mengisi kelas 1,5 jam mengajar ekskul jurnalistik. Walaupun bukan guru, tapi seru sekali. Walaupun saya sempat awkward dipanggil Cici, tapi saya senang sekali sama adik-adik yang semangat banget belajar menulis. Bayarannya enggak seberapa tapi karena saya menikmatinya dan ini pekerjaan sampingan jadinya super asik. Sayang kegiatan ini harus berhenti ketika saya lulus dan pindah kerja ke Jakarta.

Ketika setahun bekerja, saya baca informasi soal Indonesia Mengajar. Ketika itu gamang. Pengen banget ikutan tapi enggak berani ninggalin kerjaan yang setahun lagi bakal diangkat jadi karyawan tetap. Karena ketika itu saya pikir ingin segera settle dan punya kehidupan ala orang dewasa *hallah* saya memutuskan untuk stay di pekerjaan. Enggak menyesal. Tapi ada sesuatu yang selalu mengganjal di hati, andai saya bisa jadi 'guru' setahun dan mengajar di plosok Indonesia, that's the dream.

Akhirnya saya enggak menyesal karena dalam porsi minim, saya juga bisa 'mengajar' di pekerjaan saya yang sekarang. Karena bekerja di media untuk remaja, seringkali saya jadi pembicara di sekolah. Memang bukan jadi guru, tapi in a way saya menyampaikan sesuatu, atau sedikit memberikan pengetahuan baru. I do enjoy this part of my job.

Makanya saya juga semangat sekali ketika membaca informasi soal kegiatan Kelas Inspirasi. Saya bisa ambil cuti sehari dan mengajar di sekolah. Dulu sekali sempat apply tapi enggak lolos, waktu awal-awal kegiatan ini ada. Lalu disibukkan dengan kegiatan dan impian lainnya, saya pun lupa. Akhirnya tahun ini saya menerima email undangan untuk ikut berpartisipasi di Kelas Inspirasi Bekasi 3. Saya pun apply dan lolos sebagai Inspirator. Titel yang berat, bagi saya yang masih belajar menata hidup *anaknya serius* ha ha ha.


Pertama kali berkereta ke Bekasi
Minggu pagi itu saya ditemani suami naik kereta ke Bekasi untuk ikut briefing sebelum mengajar. Sayangnya enggak semua hadir jadi enggak bisa berkenalan langsung dengan semua inspirator yang akan mengajar di sekolah yang sama. Sehingga semua koordinasi hanya lewat WhatsApp. Sebenarnya enggak masalah, tapi pasti akan lebih smooth andaikata sudah bertemu langsung. Tapi maklum lah ya, semua bekerja dan domisili tersebar bahkan ada yang dari Bandung dan Jogja.

Untuk kegiatan ini saya harus mengorbankan cuti yang terbatas. Mengeluarkan tenaga dan pikiran. Juga mengeluarkan dana untuk transport dan segala macam kebutuhan untuk membuat kegiatan Kelas Inspirasi ini lebih berkesan. Pastinya ada yang nanya dong, ngapain capek-capek? Apa yang mau saya dapatkan dari kegiatan ini? Itu juga yang sempat saya tanyakan pada diri saya sendiri. Saya takut kalau saya melakukan ini bukan dengan niatan yang seharusnya saya takut terjebak oleh ego, rasa ingin 'terlihat,' atau pencitraan. Sempat juga mendiskusikan soal ini dengan suami *iya, anaknya seserius itu* hahaha.

Hari mengajar dan (berusaha) menginspirasi
Di hari-H, saya berangkat jam 5 pagi menggunakan Uber ke Bekasi. Niatan awal mau pakai kereta pupus sudah saking takutnya terlambat. Kebon Jeruk – Bekasi hanya ditempuh dalam waktu 30 menit. Setengah enam pagi sudah nangkring di warung bubur kacang ijo tepat di depan SD Bintara Jaya 1. Sarapan dulu. Lalu bertemu dengan teman-teman inspirator lainnya, di warung itu kami menghafalkan gerakan flash mob yang akan diiringi oleh lagu Bahagia dari GAC. Saya yang dapat tugas membuat gerakannya dan kebetulan beberapa hari sebelumnya datang di sebuah acara dan GAC nyanyiin lagu ini. Cocok!

Setelah upacara bendera, masuklah kami para inspirator untuk memperkenalkan diri dan flash mob. Tiba-tiba didaulat jadi MC bareng seorang teman dan memimpin flash mob. Kalau sudah terlanjur begini, biasanya saya cuek, padahal awalnya mati-matian nolak, tapi yaudahlah ya demi kesuksesan acara, ha-ha-ha.

Thank God, karena di depan adik-adik SD, saya gak malu-malu amat. Soalnya mereka menatap dengan berbinar dan enggak nge-judge, ha-ha-ha. Setelah flash mob kami pun langsung mulai mengajar. Pagi itu, saya kebagian mengajar 4 kelas, mulai dari kelas 3,4, dan 5. Dan karena di kelas pertama ada anak yang bilang saya cantik, saya makin semangat. Ha-ha-ha!


Ngajarnya muterin kelas, enggak di depan doang, biar santai :))


“Adik-adik, kalian tahu apa itu jurnalis atau wartawan?”

“Presenter!”

“Ada di TV!”

Udah. Cuma dua jawaban itu yang saya dapat setiap kali saya menanyakan pertanyaan itu di tiap kelas. Jadilah saya jelaskan apa itu profesi saya, ngapain aja, dan medianya apa aja.


Karena ngacung aja enggak cukup :P


“Kalian biasanya baca berita online di mana?”

“LINE!”

“Fesbuk!”

Kemudian pelan-pelan jelasin apa bedanya media massa online dan apa itu social media. Sebenarnya enggak yakin kalau mereka langsung paham perbedaan karakteristiknya. Tapi saya sudah berusaha. Sampai pakai alat peraga segala.


Pada semangat banget nyobain motret pakai SLR :D

Learning is fun! :D



“Siapa yang mau jadi jurnalis?”

……

Dari empat kelas cuma satu yang ngacung. Akhirnya supaya enggak awkward saya ajak main tebak-tebakan. Saya kasih 3 ciri-ciri dari seorang public figure yang pernah saya wawancara lalu mereka harus tebak. Anak kelas 5 semangat sekali sama kegiatan ini. Tapi ketika ketebak siapa orangnya, mereka teriak;
 
“Bohong! Emang iya pernah wawancara?”

Dasar, yah, namanya juga anak-anak. Untung ibu guru ini penyabar (selama kegiatan harus menyebut diri sendiri Ibu).


Adek yang pake kacamata lebih suka difoto~

Lupa kenapa ketawa waktu itu :))


Selain celetukan-celetukan menggelitik, saya enggak ngerti, tapi ada aja yang berantem. Hampir di tiap kelas. Selama setengah hari di sana, saya harus mendamaikan empat orang anak cowok yang berantem di mana tiga di antaranya nangis. Satu harus saya bawa keluar dari kelas karena jadinya dia memukul, dan percayalah, walau saya tahan, saya hampir kalah tenaga.

Udah gitu ambisius pengen mereka saling minta maaf, akhirnya dengerin satu-satu cerita, lalu aku omongin baik-baik secara runut kejadian yang sebenarnya, lalu mempertemukan mereka dengan lebih tenang tanpa tatapan mata teman-teman lainnya. Saya ini macam betul banget mau mempraktekkan pola komunikasi sama anak, sambil jongkok, sambil dipegang pundaknya, sambil diusap air matanya. Tapi berhasil! Yeay! Tapi alhasil, kelas saya paling terakhir sampai di lapangan untuk upacara penutupan. Duh!


Harus banget kasih jempol :))


Akhirnya kami pun menutup kelas inspirasi dengan melempar colorful powder (yang enggak berbahaya bagi kesehatan) bersama. Baik anak-anak, guru, dan para inspirator dapet banget euforianya, semua enggak berhenti tertawa. Dan bersyukur, kegiatan bisa lancar tanpa ada drama, he-he-he.

Overall, walaupun menguras tenaga, hari itu berlangsung menyenangkan. Enggak terbayang tenaga para guru SD yang keluar setiap harinya. Karena kalau masih SD tugasnya enggak hanya mengajarkan pelajaran, tapi adik-adik ini masih kecil banget, butuh banyak bimbingan.

Dan dalam perjalanan pulang saya berpikir, andai kata kegiatan volunteering mengajar ini menjadi kegiatan rutin di sekolah yang paling dekat dengan lokasi ia tinggal. Di mana volunteer memang mengajar pelajaran yang dibutuhkan, lifeskill, atau ekskul, saya rasa akan jauh lebih efektif untuk pendidikan. Asal pihak sekolahnya juga menerima, sih, karena kadang ada juga yang enggak.


Thank you, all! :*
*Also, made this video with the kids :p



Anyway, there are so many things that we can do to contribute for our society. For those who love to teach, you should try Kelas Inspirasi. It was fun and means something. And while we try to inspire others, be prepare to inspired by those kids.

PS: Terima kasih untuk Kelas Inspirasi, SDN Bintara Jaya 1, dan semua teman satu tim. Foto-foto diambil oleh Dimas & Laili (bagian dokumentasi kelompok). It’s very nice to meet you all :*

Comments